Perilaku membeli sesuatu yang dilakukan secara tiba-tiba, tidak terencana, dan umumnya memunculkan penyesalan di kemudian hari disebut dengan impulsive buying (Verplanken dan Herabadi, 2001). Impulsive buying juga dapat diartikan sebagai perilaku membeli yang dilakukan secara spontan; membeli barang dengan pemikiran untuk membelinya saja tanpa berpikir panjang, atau memiliki pikiran untuk membeli barang tertentu saat melihatnya (Rook & Fisher, 1995).
Penyebab Impulsive Buying
Sebagian orang mungkin pernah mengalami impulsive buying sepanjang hidupnya. Misal, saat seseorang melihat iklan flash sale di suatu marketplace yang menawarkan diskon besar-besaran, ia memutuskan untuk membeli barang tersebut padahal sebelumnya tidak ada rencana untuk membelinya. Keputusan pembelian itu tidak didasarkan pada
perencanaan atau kebutuhan yang mendalam. Impulsive buying seringkali dipicu oleh dorongan emosional dan pengaruh lingkungan sekitar.
Secara emosional, saat seseorang merasa stres, bosan, atau bahagia, tubuh memberikan respon dengan melepaskan hormon endorphin dan dopamine yang mendorong untuk merespon secara impulsif agar dapat memberikan perasaan kenikmatan, kepuasan, dan kebahagian dengan segera. Berbelanja pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan.
Namun dalam kondisi stres, bosan, atau bahagia, berbelanja dapat menjadi salah satu dorongan yang impulsif karena memberikan rasa nikmat, puas, dan bahagia dengan segera (immediate pleasure).
Hal lain yang memicu impulsive buying adalah lingkungan. Banyaknya promo dan diskon yang ditawarkan, desain dan tata letak toko, iklan produk yang menarik atau Fear Of Missing Out (FOMO) terhadap tren terkini di media sosial dapat menjadi pemicu karena eksposur berulang dapat memengaruhi keputusan belanja dan merangsang tindakan impulsive buying.
Selain itu, dengan tersedianya berbagai marketplace baik online maupun offline serta kemudahan akses, membuat transaksi jual-beli saat ini menjadi hal yang sangat mudah dilakukan dan dapat dijangkau dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Dampak Impulsive Buying
Sebenarnya, impulsive buying tidak selalu bersifat negatif karena disatu sisi perilaku ini dapat meredakan dorongan emosional yang muncul dengan memberikan dampak immediate pleasure. Meski demikian, selayaknya perilaku impulsif lainnya, impulsive buying merupakan salah satu tanda kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi yang berdampak pada kemampuannya dalam mengambil keputusan.
Impulsive buying dapat menjadi masalah jika keputusan tersebut secara signifikan merugikan keuangan seseorang atau orang lain (keluarga misalnya), menyebabkan penumpukan barang yang tidak perlu, memunculkan perilaku abai dengan tanggung jawab, merusak hubungan dengan orang lain (berhutang untuk memenuhi perilaku impulsive buying misalnya), dan bahkan dapat mengarah pada ganggunan kesehatan mental yang lebih serius seperti cemas berlebihan atau depresi.
Cara Mengatasi Impulsive Buying:
Referensi:
Rook, D. W., & Fisher, R. J. (1995). Normative Influences on Impulsive Buying Behavior.
Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulse buying tendency:
Feeling and no thinking. European Journal of Personality, 15(1 SUPPL.), 71–83.
https://doi.org/10.1002/per.423
https://www.halodoc.com/artikel/impulse-buying-pengertian-penyebab-dan-cara-ampuhmengatasinya?srsltid=AfmBOopNUCdWaghrUwVmqFz_X9QLCQayiYMtkGKIyt4vbki7c24
FodKQ diakses pada 25 Maret 2025
https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/11/163300823/perilaku-impulse-buyingsecara-psikologis-dan-cara-mencegahnya diakses pada 25 Maret 2025
https://psikogenesis.org/beli-dulu-menyesal-kemudian-mengenal-perilaku-impulsivebuying/ diakses pada 25 Maret 2025
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-impulsivebuying#mcetoc_1gubjh02v13g1 diakses pada 25 Maret 2025