Blog

Menghindarkan Anak dari Pengaruh Negatif Gadget

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang sangat pesat saat ini, tentu perlu disikapi dengan bijaksana oleh Ayah dan Bunda. Teknologi informasi saat ini memiliki keterikatan yang sangat erat dalam kehidupan kita. Hamper seluruh aktivitas manusia saat ini menggunakan teknologi informasi. Sehingga, mengisolasi dan menjauhkan anak dari perkembangan teknologi informasi tentu tidak mungkin dilakukan. Tidak semata-mata gadget dapat membuat si Buah Hati menjadi anak yang mudah marah dan pemalas beraktvitas ko, Ayah dan Bunda. Lalu, bagaimana ya agar Ayah dan Bunda dapat melindungi si Buah Hati dari “serangan” digitalisasi saat ini?

 

Dikutip dari cnbcindonesia.com, sepanjang tahun 2020 dan 2022, pandemi COVID-19 menyebabkan jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat dengan signifikan. Studi Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 9/6/2022) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 77% atau dengan kata lain, 210 juta dari 245 juta penduduk Indonesia telah mengakses internet pada periode tahun 2021-2022.

 

Meski pengguna internet usia 5-12 tahun tidak sebanyak jumlah remaja usia 13-18 tahun menurut data APJII diatas, namun tentunya hal ini menjadi tantangan bagi Ayah dan Bunda dalam pengasuhan.

Apa saja yaa yang dapat dilakukan Ayah dan Bunda untuk meminimalisir dampak negatif “serangan” digitalisasi pada si Buah Hati? Berikut tips-nya!

 

  1. Langkah awal dan mendasar – membekali diri dengan perkembangan teknologi informasi dan pemanfaatannya sesuai tahap perkembangan anak. Jadi, Ayah dan Bunda juga tetap perlu untuk meng-update wawasannya tentang teknologi informasi ya! Setiap orangtua tentu berharap si Buah Hati dapat berkembang dengan optimal dan sesuai harapan. Pengasuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak tentunya tidak dapat dipisahkan dari cara orangtua berkomunikasi dengan anak, bukan?! Sehingga, bila Ayah dan Bunda mampu menjadi “teman diskusi” yang menyenangkan bagi anak tentang tayangan yang ia tonton di media, maka tentunya hal ini dapat menjadi pembelajaran yang positif tidak hanya bagi anak, tapi juga bagi Ayah dan Bunda.

 

  1. Membatasi screen-time anak dan perlindungan terhadap akses negatif.

Menurut Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) dan American Psychiatric Association (APA), durasi anak bermain gadget dapat dikelompokkan berdasarkan usia sebagai berikut :

 

USIA ANAK DURASI BERMAIN GADGET
0-2 tahun Tidak boleh bermain gadget
3-6 tahun 10-20 menit per hari
7-10 tahun 20-60 menit per hari
11-12 tahun Maksimal 2 jam per hari

 

Yuk, buat aturan/kesepakatan bersama tentang kapan dan berapa lama anak boleh mengaskses teknologi informasi ya, Ayah dan Bunda! Daaaan jangan lupa selalu membersamai mereka saat menggunakan gadget.

 

Selain pembatasan waktu bagi anak mengakses gadget, Ayah dan Bunda juga perlu “mengutak-atik” gadget yang digunakan anak agar aman dari tayangan yang tidak sesuai dengan usianya ya!

 

  1. Mengajarkan anak untuk menjadi SUBJEK bukan objek dalam memanfaatkan teknologi informasi – Tidak melulu gadget menjadikan seseorang menjadi konsumtif. Beberapa tahun belakangan ini banyak youtuber berasal dari kalangan usia muda lo… Buah Hati Ayah dan Bunda bisa jadi menjadi salah satunya! Ajari mereka untuk dapat menggunakan gadget dengan bijak dan bertanggungjawab ya, Ayah dan Bunda.

 

 

Penulis :

Desy Mega A, M.Psi.

Penata KKB Ahli Muda

Perwakilan BKKBN Jatim

Untuk siapbahagia.com

 

Sumber referensi :

BKKBN. (2020). Modul 10 : Pengasuhan anak Usia Dini di Era Digital.

Makarau, Nur Istiana. (2022). Peran Orang Tua dalam Mendampingi Kegiatan Bermain Gawai pada Anak, Jurnal Golden Age, 6(1), 32-40. https://doi.org/10.29408/goldenage.v5i01.4610

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220609153306-37-345740/data-terbaru-berapa-pengguna-internet-indonesia-2022

Read more...

Apa itu KB Pasca Persalinan?

Oleh: dr. Palupi Sesotyorini

Periode Paska Persalinan adalah waktu saat segera setelah melahirkan sampai 6 minggu atau 42 hari setelah melahirkan. Pada masa inilah banyak terjadi kehamilan tidak diinginkan sehingga perlu dipikirkan penggunaan metode KB untuk membantu dalam perencanaan kehamilan. Tujuan dalam perencanaan adalah menghindari kehamilan dengan 4 Terlalu, terlalu muda (kurang dari 20 tahun), terlalu tua (lebih dari 35 tahun), terlalu banyak (lebih dari 3 anak) dan terlalu dekat jarak kehamilan ( kurang dari 2 tahun). KB paska persalinan ini penting karena kembalinya kesuburan setelah melahirkan tidak dapat diprediksi, dapat terjadi sebelum haid bahkan pada ibu menyusui. Keberhasilan dalam KB paska persalinan sangat di pengaruhi oleh konseling selama kehamilan (antenatal). Penurunan kejadian gagal tumbuh kembang pada anak (stunting) juga dipengaruhi oleh keberhasilan KB paska persalinan dalam tujuan kehamilan yang terencana.

Periode paska persalinan langsung (dalam 48 jam setelah melahirkan) merupakan waktu yang ideal untuk KB karena pasti tidak hamil, ibu sangat termotivasi untuk berKB, dan kalau sudah pulang ibu akan lupa berKB karena kesibukan merawat bayi.

Pilihan kontrasepsi paska persalinan tergantung pada waktu memulai penggunaan serta status menyusui. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dapat dipasang 0-48 jam paska kelahiran atau menunggu setelah 4 minggu, susuk (implant) dan pil menyusui boleh diberikan segera, suntik serta metode hormon kombinasi menyesuaikan dengan status menyusui. Bila sudah tidak ingin hamil lagi bisa memilih metode vasektomi atau tubektomi (Metode Steril).

Ibu paska persalinan dapat menentukan pilihan kontrasepsi terbaik baginya setelah mendapatkan informasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan sebelumnya.

Read more...

Pemberian makanan tambahan yang cocok untuk balita

Oleh: Palupi Sesotyorini

Sampai dengan usia 6 bulan sebenarnya kebutuhan gizi bayi cukup terpenuhi dengan pemberian ASI. Setelah usia 6 bulan boleh mulai diberikan MPASI (Makanan Pendamping ASI) dengan beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya, waktunya tepat yaitu setelah usia 6 bulan, penyiapan dan pembuatannya menggunakan cara, bahan dan alat yang aman dan higienis, diberikan sesuai dengan sinyal lapar dan kenyang dari bayi, serta dapat memenuhi kebutuhan energi, protein dan mikronutrien bayi.

Selain dilihat dari usia, saat mulai diberikan MPASI juga dapat dilihat dari kemampuan bayi mengangkat leher dan kepala tanpa bantuan, sudah menunjukkan ketertarikan pada makanan, dan bayi menunjukkan tanda lapar walaupun sudah diberikan ASI.

Saat usia 6 bulan saat pemberian MPASI, ASI tetep diberikan karena ASI tetap menjadi bagian terpenting. Kebutuhan energi sehari adalah sebesar 200 kilo kalori. MPASI boleh diberikan 2 kali sehari, sebanyak 2-3 sendok setiap pemberian sebagai awalan, dan bentuknya bubur kental atau puree. Pada fase ini, ibu harus bersabar dalam memberikan karena masih merupakan hal yang baru bagi bayi, dan jangan dipaksa untuk menghabiskan.

Pada usia 6-9 bulan, ASI diberikan sesuai permintaan, karena ASI masih memenuhi separuh dari kebutuhan energi bayi. Kebutuhan energi sehari adalah sebesar 200 kilo kalori. MPASI boleh diberikan 2-3 kali sehari dengan 1-2 selingan makan. Bentuknya bubur kental atau puree sampai makanan yang dilumatkan sampai halus (mashed). Selain ibu harus bersabar dan tidak memaksakan bayi untuk menghabiskan makanannya, juga perlu di perhatikan jumlah yang diberikan setengah dari takaran 250 ml untuk memastikan jumlah asupannya.

Pada usia 9-12 bulan, ASI diberikan sesuai permintaan, karena ASI masih memenuhi separuh dari kebutuhan energi bayi. Kebutuhan energi sehari adalah sebesar 300 kilo kalori. MPASI boleh diberikan 3-4 kali sehari dengan 1-2 selingan makan. Jumlah yang diberikan adalah separuh dari 250 ml setiap pemberian, bentuknya bisa berupa cincang halus, cincang kasar sampai bentuk makanan yang bisa dipegang oleh bayi.

Pada usia 12-24 bulan, ASI diberikan sesuai permintaan, karena ASI masih memenuhi sepertiga dari kebutuhan energi bayi. Kebutuhan energi sehari adalah sebesar 550 kilo kalori. MPASI boleh diberikan 3-4 kali sehari dengan 1-2 selingan makan. Jumlah yang diberikan adalah tiga perempat dari 250 ml setiap pemberian, bentuknya makanan keluarga yang dicincang atau dihaluskan seperlunya.

Kebersihan saat persiapan serta tata cara penyimpanan makanan juga mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian makanan tambahan bayi. Dan yang terpenting adalah kesabaran dan semangat ibu untuk terus belajar dan berusaha.

Read more...

Stres waktu hamil apakah berpengaruh pada janin

Oleh: Palupi Sesotyorini

 

Stres adalah hal yang bisa dialami pada kehamilan. Perasaan tidak nyaman dan perubahan pada tubuh dapat mempengaruhi aktivitas sehari hari. Perubahan bukan hanya terjadi pada diri ibu hamil namun juga pada keluarga dan lingkungan. Walaupun ibu hamil dapat menerima perubahan, keluarga dan lingkungan belum tentu akan menerima, penolakan ini dapat menambah stress.

Pada kondisi stres, tubuh akan mengeluarkan hormon kontraproduktif pada kehamilan. Stres berkepanjangan akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh ibu hamil mudah terkena infeksi. Infeksi yang timbul dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur.

Kelahiran prematur (kurang dari 37 minggu kehamilan) serta berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dapat timbul karena stress pada kehamilan. Kondisi tersebut akan mengakibatkan gangguan intelijensi dan gagal berkembang serta gangguan paru-paru, otak, mata dan organ lainnya.

Gangguan otak yang mungkin terjadi adalah keterlambatan perkembangan, pembelajaran,  komunikasi, sampai bagaimana cara bersosialisasi. Resiko lain kelahiran premature dan BBLR adalah Cerebral palsy atau CP yaitu kondisi yang berhubungan dengan gangguan kerja otot, ADHD atau gangguan dalam konsentrasi dan perilaku serta gangguan mental berupa kecemasan dan depresi di kehidupan berikutnya.

Asma dan infeksi paru-paru (pneumoni dan bronkopneumoni) adalah bentuk gangguan paru-paru yang dapat timbul pada kelahiran prematur, termasuk resiko gangguan pertumbuhan gigi (warna serta susunan gigi), gangguan pendengaran, gangguan sistem kekebalan tubuh, gangguan pencernaan, serta penglihatan.

Gangguan Kesehatan akibat kelahiran prematur membutuhkan perawatan Rumah Sakit lebih lama dibandingkan bayi lahir dengan cukup umur. Tingginya resiko gangguan kesehatan berbanding lurus dengan semakin awalnya terjadi kelahiran. Gangguan kesehatan mungkin tidak muncul pada awal kehidupan namun pada usia remaja atau lebih tua. Deteksi serta penanganan lebih dini akan lebih memberikan peluang bagi bayi untuk memperoleh Kesehatan yang optimal.

Marchofdimes. Long-term health effects of premature birth. https://www.marchofdimes.org/find-support/topics/birth/long-term-health-effects-premature-birth (27 Februari 2023)

Read more...

Apakah yang dimaksud dengan 1000 HPK?

Oleh : Fonny Indri Hartanti

 

Parents…selama ini kita sering mendengar bahwa 5 tahun pertama kehidupan seorang anak disebut golden periods. Di 5 tahun awal itulah terjadi pembentukan berbagai dasar kepribadian dan terjadi pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat pesat. Untuk mengoptimalkannya, anak perlu mendapatkan berbagai macam stimulasi dan terpenuhi semua kebutuhannya (makanan, kasih sayang, dan sebagainya).

Seiring perkembangan jaman dimana terdapat berbagai permasalahan tumbuh kembang anak yang sulit untuk ditangani, maka diperlukan perhatian lebih awal pada proses tersebut. Oleh karena itu saat ini dikenal istilah 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). 1000 HPK terhitung sejak proses bertemunya sel telur dan sperma dalam rahim ibu (9 bulan) dan 2 tahun awal kehidupan anak adalah masa berharga pertumbuhan dan perkembangan. Istilah 1000 HPK ini mulai dikenalkan agar orang tua dapat memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anak sejak anak masih di dalam kandungan ibu. Bahkan disarankan untuk menyiapkan fisik ibu dan ayah sebelum proses kehamilan terjadi.

Idealnya calon ibu pada kondisi kesehatan fisik yang prima saat menjalani proses kehamilan yaitu berat badan yang ideal (perbandingan berat dan tinggi badan lebih dari 18 poin), lingkar lengan kiri atas lebih dari 23.5 cm dan tidak mengalami anemia (protein dalam sel darah merah (hemoglobin) lebih dari 11 g/dL).

Kesiapan psikis pun penting yaitu ibu menjalani kehamilan dengan tenang, nyaman, aman dan bahagia. Hal itu dapat terjadi jika kehamilan yang dijalani adalah kehamilan yang telah direncanakan. Jadi anak yang dikandung memang anak yang telah diharapkan kehadirannya. Kesiapan psikis ini pula yang memungkinkan calon ibu mampu memberikan stimulasi sejak bayi dalam kandungan dan lebih ‘tabah’ menjalani segala perubahan fisik dan emosi selama proses kehamilan.

Para calon ayah pun dihimbau untuk menerapkan pola hidup sehat terutama mengontrol (jika bisa, menghentikan) perilaku merokok agar mendapatkan kualitas sperma yang sehat. Mengelola stress, makan makanan bergizi, rutin berolahraga serta menghindari pemakaian pakaian dalam yang ketat antara lain menjadi hal-hal yang sering disarankan para ahli Kesehatan pada ayah. Banyak orang seringkali abai untuk mengingatkan calon ayah, (hanya ibu saja yang diperhatikan) terkait proses persiapan dan selama kehamilan. Padahal untuk terjadinya janin hingga lahir bayi dan anak yang tumbuh sehat perlu peran aktif ayah dan ibu yang sama besarnya.

Apa yang sebaiknya dilakukan selama 1000 Hari Pertama Kehidupan seorang anak?

  1. Pemenuhan asupan gizi

Sejak terbentuknya janin dalam rahim sejatinya telah terjadi proses pertumbuhan yang sangat amat pesat pada fisik seorang anak. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa stimulasi perkembangan pun dapat mulai dilakukan untuk meningkatkan tumbuh kembang anak bahkan sejak anak dalam rahim ibu.

Proses pertumbuhan janin dapat terjadi secara optimal jika ibu makan makanan yang bergizi seimbang yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak dan vitamin serta mineral. Asam folat dan zat besi menjadi salah satu mineral penting yang harus dipenuhi oleh ibu. Nah peran ayah adalah memastikan ketersediaan makanan bergizi tersebut, sekaligus memastikan para ibu untuk memakannya.

Seringkali terutama di 3 bulan awal kehamilan, ibu mengalami mual-mual bahkan muntah sehingga enggan bahkan tidak mau makan makanan bergizi yang telah disiapkan oleh keluarga. Di sinilah peran ayah cukup penting untuk memotivasi ibu dan memberikan kenyamanan psikologis agar ibu tetap mau makan.

Jika bayi telah lahir, pastikan mendapatkan ASI eksklusif atau ASI saja selama 6 bulan. Jangan memberikan makanan dan minuman apapun pada bayi sebelum umur 6 bulan, mengingat alat pencernaan bayi belum siap. Setelah 6 bulan, dapat mulai diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Manfaatkan bahan pangan segar, murah, lokal dan sarat gizi yang ada di sekitar keluarga. Untuk resep MPASI dapat dilihat diberbagai media yang mudah diakses oleh orang tua.

Seiring pertambahan usia anak maka dapat mulai diperkenalkan semakin banyak variasi makanan dengan berbagai warna dan rasa. Hindarkan anak sedapat mungkin dari zat tambahan pangan yaitu pengawet, pemanis, perasa, pewarna, dan sejenisnya. Lebih aman dan sehat masak sendiri di rumah.

  1. Memberikan stimulasi

Pada saat hamil, ibu bisa mulai dapat memberikanstimulasi pada janin, misalnya memperdengarkan musik yang menenangkan, bacaan murottal Al Quran dan stimulasi suara lainnya pada janin. Apalagi jika ayah pun mau terlibat untuk ‘ngobrol’ dengan janin, akan lebih baik. Ayah sebaiknya memberikan kenyamanan fisik dan emosional pada ibu agar ibu dapat menjalani kehamilan dengan lebih happy.

Segera setelah bayi lahir dan disusui, para ibu dapat memberikan stimulasi untuk perkembangan bayi dengan cara membelai, memeluk, menepuk punggung dan bermain dengan jari jemari bayi. Semua itu dapat dilakukan sambil menyanyi atau mengajak bayi ‘ngobrol’. Bayi baru lahir memang belum dapat berbicara, namun segala yang dia dengar, dia lihat dan dia rasakan akan terekam dalam otaknya. Semakin banyak stimulasi yang diterima maka semakin banyak pertumbuhan otak yang terjadi. Hal tersebut dapat meningkatkan perkembangannya.

Stimulasi berikutnya dapat dilakukan menyesuaikan dengan usia dan perkembangan bayi. Tidak perlu dengan alat dan permainan yang mahal, cukup dengan menggunakan tubuh ayah dan ibu serta barang-barang yang tersedia di rumah. Syaratnya hanya 1 yaitu keterlibatan ayah dan ibu dalam pengasuhan. Jika ayah dan ibu bekerja, upayakan setiap hari tetap ada waktu-waktu berkualitas untuk berinteraksi dan beraktivitas bersama bayi, tanpa terganggu pekerjaan dan gadget (gawai).

  1. Memantau tumbuh kembang

Sejak masa kehamilan, sebaiknya ibu dan ayah secara teratur mengunjungi dokter atau tenaga Kesehatan untuk memastikan pertumbuhan janinnya sehat. Pun untuk memastikan ibu juga sehat. Jika dalam pemeriksaan tersebut diketahui terjadi hal-hal yang tidak seharusnya misalnya tekanan darah ibu naik atau kadar gula darah ibu tinggi maka tenaga Kesehatan dapat dengan segera menangani. Minimal 2x pemeriksaan dilakukan pada saat trimester pertama, sekali pemeriksaan pada trimester 2 dan 3x pemeriksaan pada trimester 3.

Jika bayi telah lahir maka pemantauan tumbuh kembang dilakukan melalui pengamatan pada keseharian bayi dan membandingkan capaian pertumbuhan perkembangannya dengan standar capaian sesuai usia. Dapat memanfaatkan KKA online (dapat diunduh di playstore) dan buku Standar Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak dari Kementrian Kesehatan yang diunduh dari internet. Kunjungi Posyandu secara teratur.

 

Parents, anak kita adalah harapan bagi masa depan kita. Oleh karena itu persiapan yang matang perlu dilakukan agar mereka tumbuh secara optimal dan berkembang sesuai dengan usianya. Pemahaman mengenai 1000 HPK diharapkan dapat meningkatkan motivasi orang tua untuk mempersiapkan kehamilan dengan baik, memberikan stimulasi dan memenuhi kebutuhan bayi terutama hingga umur 2 tahun bahkan hingga 5 tahun awal kehidupannya. Lakukan hal terbaik yang dapat dilakukan agar harapan kita pada anak kita dapat terwujud.

Read more...

5 Tips Bahagia Belajar #dirumahaja

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menghimbau masyarakat Indonesia untuk beraktivitas #dirumahaja. Himbauan ini bukan tanpa alasan, siapa yang tidak tahu bahwa saat ini kita diserang wabah virus corona yang mematikan. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mengancam aktivitas normal masyarakat untuk ‘dipaksa’ dilakukan #dirumahaja seperti, bekerja atau work from home (WFH) hingga belajar atau study from home (SFH). Pelajar hingga mahasiswa pun harus belajar secara online.

Selama hampir 2 bulan sejak Presiden RI menghimbau #dirumahaja, sejak kasus 01 COVID-19 Indonesia di awal bulan Maret 2020, sebagian dari pelajar merasa bosan, bahkan rindu sekolah seperti biasanya. Kebosanan itu nyatanya dapat menurunkan semangat belajar. Benar gak, guys? Sehingga produktivitas menjadi rendah, yang biasanya bangun pagi untuk berangkat sekolah/kuliah, malah bangun kesiangan dan happy rebahan aja.

Bagaimana ya, caranya supaya kita belajar di rumah, dapat seefektif seperti di sekolah/kampus. Nah, ini dia tipsnya:

Buat ‘zona nyaman’ versi kamu
Belajar di rumah memang fleksibel. Bahkan, sambil rebahan di kasur dianggap menyenangkan. Tapi, bukannya belajar, ntar kalau sambil rebahan kamu akan mudah hilang konsentrasi, terus malah ketiduran. Untuk itu, pilih dan tentukan ‘zona nyamanmu’.

Atur dan pilih waktu yang tepat untuk kamu belajar. Lalu, eksplor bagian-bagian di rumahmu seperti, ruang belajar, ruang tamu, teras rumah atau balkon rumah. Misal di teras rumah nih, kamu bisa gelar tikar dan pakai meja portable. Udara segar dan pemandangan di luar rumah, bisa membantu pikiranmu fresh. Tapi, jika kamu lebih nyaman di ruang belajar, kamu bisa mendekor ruang belajar sesuka dan senyamanmu. Eits, pastikan juga tempat dengan pencahayaan dan sinyal internet yang cukup ya.

Siapkan makanan ringan
Belajar itu membuat energimu berkurang untuk hal yang bermanfaat. Maka, dengan belajar terkadang membuatmu cepat lapar. Boleh sekali kamu belajar sambil nyemil. Bahkan, supaya kamu ga mengantuk selama belajar, dengan kamu mengunyah makanan, itu akan membantu supaya kamu tetap fokus. Usahakan camilan yang bergizi seperti, buah-buahan, kacang-kacangan, coklat, yogurt, serta ditemani minuman seperti susu dan teh hangat. Mmm nikmatnya.

Jauhkan barang-barang yang membuatmu ‘salah fokus’
Belajar di rumah pasti ga akan luput dari gangguan seperti televisi, mainan, hingga smartphone. Untuk itu, supaya kita tetap fokus belajar, hindarkan dirimu dari barang-barang yang dapat memecahkan fokusmu.

Belajar bareng teman secara online
Sebagian dari kita, terutama kalian yang memiliki kepribadian ekstover, lebih suka belajar secara berkelompok dan saling terbuka. Gak ada salahnya kamu belajar sambil videocall, bahkan bisa memanfaatkan fitur conference call pada aplikasi seperti, Zoom, Google Meet, Cisco Webex, Skype, dan lain-lain. Eh iya, aplikasi Whastapp juga mendukung fitur videocall hingga 8 peserta, loh. Melalui cara tersebut, kamu tetap bisa saling berinteraksi dan bertemu dengan temanmu, walaupun hanya di depan layar kaca.

Atur waktu, belajar juga ga boleh kebanyakan
Ada sebuah perkataan bahwa “hidup itu belajar”, yang mana kata belajar di sini sangatlah luas. Belajar tidak hanya diartikan proses menerima ilmu atas materi pelajaran sekolah/kampus. Belajar bisa apa saja, dimana saja, dan kapan saja. Maka dari itu, kamu perlu banget mengatur waktu belajar materi sekolah/kampusmu.

Beri kesempatan bagi dirimu untuk mengembangkan potensi diri dan melakukan hobi. Agar tidak jenuh belajar online di depan laptop atau smarthphone, bisa nih membantu anggota keluargamu beraktivitas seperti, merawat hewan peliharaan, berkebun, hingga belajar memasak. Bahkan, agar kamu tidak bosan, kamu bisa manfaatkan fitur media sosial seperti Tiktok untuk membuat kreasi video, ngevlog, dan sebagainya. Seru kan?

Itu dia 5 tips agar kamu tetap dan #SiapBahagia belajar walaupun #dirumahaja. Ingat, nggak perlu panik atas pandemic COVID-19 yang menerpa kita. Tetaplah optimis, laksanakan protokol kesehatan, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yakinkan diri bahwa kita dapat melewati semua cobaan yang Tuhan berikan. Tetap semangat guys dan selamat beraktivitas bersama keluarga.

 

Kontributor: Shofi Munawwir Effendi

Read more...

Dampak Perilaku Body Shaming pada Kesehatan Mental

Body Shaming adalah tindakan atau praktik mempermalukan seseorang dengan membuat komentar mengejek dan mengkritisi tentang tubuhnya. Dari penelitian yang dilakukan, terdapat Lebih dari 900 kasus Body Shaming di Indonesia selama 2018 . Dampaknya adalah :

Tidak Percaya Diri

Ketika seseorang tidak percaya diri, maka ia akan menjadi seseorang yang ragu – ragu dalam segala hal. Ia akan terlalu memikirkan pandangan serta respon orang lain dalam hidupnya. Akibatnya ia menjadi nampak tidak mampu memutuskan sesuatu karena akan merasa salah terus. Ia menjadi tidak dapat mengembangkan diri secara optimal demi keberhasilan dirinya dimasa depan.

Depresi

Orang yang depresi maka ia akan cenderung mengurung diri dan memisahkan diri dari lingkungan sosialnya. Akibatnya ia kurang dapat membangun support system secara kokoh dan akan merasa tidak puas dengan dirinya. Ia akan merasa dirinya tidak berharga dan akan mengakibatkan perilaku lain yang akan membahayakan dirinya.

Diet Berlebihan

Ketika seseorang fokus terhadap tubuh kita, maka kita akan merasa kurang nyaman. Oleh sebab itu seseorang yang mengalami body shaming terhadap tubuhnya akan melakukan berbagai cara untuk memperbaiki bentuk tubuhnya tersebut. Apabila ia gagal melakukannya maka kecemasan akan muncul dan akan semakin membuatnya depresi. Akibat lain yang akan dialami yaitu melakukan kegiatan diet secara berlebihan yang berpotensi buruk untuk kesehatannya.

Cemas pada Citra Tubuh

Cemasnya seseorang terhadap citra tubuhnya menjadikan ia sulit fokus terhadap hal – hal penting lainnya. Ia akan terlalu memikirkan bentuk tubuhnya dan akan membanding – bandingkan dengan orang lain. Ketika rasa cemas ini terus menerus ia rasakan maka harga dirinya dapat menurun.

Bunuh Diri

Saat seseorang mengalami kecemasan dan depresi yang terus menerus, maka perilaku fatal lain yang akan dapat terjadi yaitu tindakan bunuh diri. Betapa dahsyat pengaruh citra diri pada seseorang yang akan menyebabkan ketidakberhargaan diri serta membuat ia membenci dirinya sendiri.

Gangguan Psikologis lainnya

 

32% korban Body Shaming akan melakukan hal serupa kepada orang lain. Sehingga jika kita tidak segera mengatasi kebiasaan buruk dan mengurangi intensitas kebiasaan ini maka kita akan turun membiarkan pelaku body shaming akan terus menjamur dari masa ke masa dan akan menjadi sebuah kewajaran. Jika persepsi masyarakat sudah membentuk suatu kewajaran, maka penanganan tidak akan menjadi prioritas. Apa penyebab munculnya body Shaming? Yaitu salah satunya adalah adanya persepsi yang salah dari citra tubuh. Pada masa lalu, bahwa tubuh yang berisi merupakan tanda kemakmuran dan kebahagiaan. Rambut mengembang dengan badan yang berisi juga memiliki anggapan yang lebih positif dibanding tubuh yang sangat kurus dengan rambut tipis. Perubahan Penilaian gemuk dan kurus tersebut terjadi terutama dibudaya barat. Penilaian gemuk dan kurus pada th 2000-an saat ini mengalami perubahan apalagi memasuki munculnya era sosial media. Adanya iklan iklan yang mengatakan standart cantik wanita yaitu memiliki kulit yang putih, rambut terurai hitam serta memiliki tubuh yang kurus. Begitu juga dengan laki – laki, yaitu dengan tubuh tegap proporsional, muka mulus dan jago olah raga maupun memiliki komunitas yang dapat dibanggakan. Pengaruh idola yang mempengaruhi persepsi seseorang akan citra yang ideal. Kebiasaan melakukan body shaming rata – rata terjadi saat masa remaja, meskipun tidak menutup kemungkinan juga dijenjang usia lainnya turut melakukan suatu hal yang masih termasuk perundungan atau bullying ini. Kata – kata  seperti, “badan gembrot”, “jelek”, “bodoh”, “jerawatan”, “pendek”, “gosong” dll terasa biasa untuk dimasukkan kedalam percakapan sehari – hari yang dipersepsikan oleh remaja merupakan sebuah kosa kata yang komunikatif dan mencairkan suasana.

Seberapa susah menghilangkan body shaming di masyarakat?

Adanya anggapan dimasyarakat bahwa body shaming kepada orang gemuk akan membuat mereka malu, lalu AKAN TERMOTIVASI utk mereka dpt lebih sehat lagi.
Adanya anggapan “kebebasan berpendapat” di teknologi komunikasi sosial yang semakin memudahkan. Mereka lupa bahwa segala sesuatu ada etikanya.
Secara tidak sadar banyak orang mencari pelampiasan permasalahan diri dan hidupnya à karena belum mampunya self healing dari unfinished bussines dalam dirinya.
Karena gempuran teknologi orang semakin memiliki role model dari dunia media sosial dan tidak memiliki norma etika yang standar.

ternyata perbuatan body shaming atau penghinaan fisik di media sosial maupun ruang publik dapat dilaporkan ke kepolisian dan dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik/penghinaan (delik aduan) serta Pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan.

Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Sedangkan, berdasarkan Pasal 315 KUHP berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Namun meskipun sanksi yang diberikan sudah ditetapkan, hal tersebut masih belum mempengaruhi seseorang untuk berhenti melakukan body shaming tersebut hingga saat ini.

Sehingga agar terhindar dari kebiasaan menjadi pelaku Body Shaming adalah:

Bangun perilaku dan pertemanan yang lebih nyata dan sehat
Selesaikanlah masalahmu, terima kehidupanmu dengan rasa syukur.
Berhenti mengkritik gaya hidup seseorang yang berbeda denganmu

Sedangkan untuk korban Body Shaming:

Bijak Ber-Media Sosial à jangan terlalu lama tenggelam dalam dunia internet
Belajar Untuk Mencintai Diri Sendiri à Syukuri selalu!
Ekspresikan Apa Yang Kita Rasakan
Keluarlah dari “Tempat Persembunyian”
Temukan Sisi Positif Dari Dirimu

Ketahuilah bahwa dirimu itu unik, berharga dan kamu dicintai. Selalu merasa bersyukur atas apa yang kamu miliki dan apa yang ada dalam dirimu. Jangan insecure…selalulah bersyukur..

Penulis : Meutia Ananda, S.Psi.,M.Psi

Read more...

5 Cara Tetap Bahagia Saat Menghadapi Masalah

Sebagai generasi berencana, pastinya harus sudah siap dengan berbagai tantangan seluk beluk pernikahan dan masalah rumah tangga yang akan dihadapi. Agar lebih kuat pondasinya, yuk simak penjelasan berikut mengenai bagaimana orang berpikir untuk memecahkan masalah. Tenang, nggak berat teorinya, masih berat rindunya Dilan kok.

***

Cogito ergo sum – Aku berpikir maka aku ada. Sebuah ungkapan filsafat yang sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang di populerkan oleh Descartes tersebut selalu dimuat dalam setiap buku pengatar filsafat yang membahas mazhab rasionalisme. Tenang, penulis tidak akan terlalu mengurai konsep Descartes di tulisan ini. Hal yang akan penulis garis bawahi adalah mengenai “berpikir” dalam konteks psikologi komunikasi. Mari luangkan waktu sejenak menyimak serunya berpikir mengenai bagaimana orang berpikir J

Apakah berpikir itu? Singkat cerita, Anita Taylor et al, mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is a inferring process (Taylor et al. 1977:55). Berpikir melibatkan penggunaan lambang, visual atau grafis yang di dalamnya terdapat proses yaitu sensasi, persepsi dan memori. Lantas, untuk apa orang kemudian berpikir? Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi menerangkan bahwa, berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving) dan menghasilkan yang baru (creativity) (Rakhmat, 2008:68).

Proses pemecahan masalah itu sendiri ada 5 tahap (tentu tidak selalu begitu, karena banyak faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah). Namun secara garis besar, Rakhmat (2008:71), menjelaskannya seperti ini :

Tahap pertama. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dilakukan terhambat karena sebab tertentu. Lalu Anda akan mengatasinya dengan pemecahan yang rutin. Semisal, mobil mogok, lalu Anda starter berulang kali. Anak mogok belajar, lalu Anda membujuknya. Bila cara ini gagal, masalah akan timbul.
Selanjutnya, Anda mencoba menggali memori Anda untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa lalu. Mobil mogok, lalu Anda dorong. Anak mogok belajar, Anda belikan mainan kesukaan.
Tahap berikutnya, disebut dengan tahap mechanical solution dengan uji coba (trial and error). Di tahap ini Anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan masalah yang pernah Anda ingat atau yang dapat Anda pikirkan.
Lalu, Anda mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah. Anda mencoba memahami situasi yang terjadi, mencari jawaban dan menemukan kesimpulan yang tepat. Anda mungkin akan menggunakan cara berpikir induksi, deduksi, evalutif atau analogi.
Tahap selanjutnya yang sering disebut dengan Aha Erlebnis (pengalaman Aha), atau lebih lazim dikenal dengan insight solution; yakni dimana tiba-tiba terlintas di pikiran Anda suatu pemecahan. “Aha, sekarang saya tahu, anak saya tersinggung karena ucapan saya. Saya harus minta maaf”.
Aha, penulis jadi ingat beberapa momen “aha” ketika berhadapan dengan sebuah masalah. Bagaimana dengan Anda?

Namun, seperti perilaku manusia yang lain, pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh faktor situasional dan personal. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa faktor biologis serta sosiopsikologis mampu berpengaruh terhadap pemecahan masalah. Misalnya, manusia yang kurang tidur dapat mengalami penurunan kemampuan berpikir (Hmmm, yakin nih masih mau begadang sebelum ujian?).

Sama pentingnya dengan faktor biologis, faktor-faktor sosiopsikologis juga turut berperan dalam pemecahan masalah. Salah satunya yaitu motivasi. Motivasi yang rendah akan mengalihkan perhatian, dan sebaliknya, motivasi yang terlalu tinggi akan membatasi fleksibilitas (Rakhmat, 2008: 73). Contohnya, karena terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab pertanyaan pada test. Kepercayaan dan sikap yang salah juga turut andil dalam mempengaruhi proses pemecahan masalah. Sikap yang defensif- misalnya karena kurang percaya diri, akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan dan mempersukar penyelesaian.

Faktor sosiopsikologis ketiga yaitu kebiasaan. Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja tanpa kritis pada pendapat otoritas juga akan menghambat pemecahan masalah yang efisien. Dan yang terakhir adalah emosi. Emosi juga berperan dalam memecahkan masalah. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi memang bukan hambatan utama, namun bila emosi sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien (Rakhmat, 2008: 74).

Mengutip pernyataan Coleman, 1974: 447) :

“Takut mungkin melebih-lebihkan kesulitan menghadapi persoalan dan menimbulkan sikap resah yang melumpuhkan tindakan; marah mendorong tindakan impulsif dan kurang dipikirkan; dan kecemasan sangat membatasi kita melihat masalah dengan jelas atau merumuskan kemungkinan pemecahan”.

***

Itu tadi sekilas mengenai bagaimana orang berpikir dalam pemecahan masalah serta faktor pengaruh didalamnya. Semoga bermanfaat ya rekan-rekan pembaca; setidaknya akan menambah khasanah pribadi untuk mencoba mengerti bahwasanya proses berpikir adalah hal yang kompleks. Dan dengan mencoba memahami faktor di sekitar kita, semoga pemecahan masalah dapat diputuskan dengan bijaksana ya. Sebagai penutup, ada sebuah kalimat yang penulis suka, bahwa “Words don’t mean, people mean”, bahwa kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna. Salam Generasi Berencana. Berencana Itu Keren!

 

Daftar Pustaka | Penulis: Clara

Read more...
stunting

Stunting: Penyebab, Gejala, Dampak, Serta Cara Pencegahan

Surabaya – Stunting masih menjadi permasalahan kesehatan serta perhatian global. Terutama di Indonesia, saat ini masih dihadapkan permasalahan stunting tersebut.

Terbaru, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang digelar pada Kamis, 28 April 2022, secara terbuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya menyinggung tentang stunting. Orang nomor satu di Indonesia itu meminta angka stunting diturunkan.

Kegiatan yang digelar di Istana Negara, Jakarta secara daring dan luring tersebut diselenggarakan dalam rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 dengan tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.

“Agenda-agenda strategis untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) harus terus berjalan. Selain itu, percepatan kemiskinan ekstrem, angka stunting yang kedua harus diturunkan,” ujar Jokowi, yang sebagaimana dikutip dari laman resmi Presiden RI.

Penurunan prevalensi stunting pada balita menjadi agenda utama bagi Pemerintah Indonesia. Serta menjadi pekerjaan bersama bagi berbagai instansi pemerintah mulai dari pusat, daerah, hingga level desa.

Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) juga saat ini tengah berupaya untuk mengkoordinasikan percepatan pencegahan stunting, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan serta evaluasi di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa.

Dengan keterlibatan semua pihak, Setwapres berharap dapat mempercepat dan mendorong pencegahan stunting, sehingga prevalensi  stunting dapat menurun hingga 14 persen pada 2024 nanti.

Sementara itu, dilansir dari laman Kemenkes, menurut Direktur Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Dr. Dhian Proboyekti Dipo, SKM, MA bahwa permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di dunia. Permasalah stunting itu juga menjadi fokus secara global.

Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 memaparkan bahwa prevalensi stunting sebesar 24,4 persen.

Angka tersebut masih jauh target yang ditetapkan dalam kurun waktu 2020-2024 dengan prevalensi yakni sebesar 14 persen.

Selain itu, berdasarkan data dari Asian Development Bank (ADB) prevalensi stunting balita Indonesia tertinggi ke-2 di Asia Tenggara pada tahun 2020. Dengan capaian prevalensinya 31,8 persen.

Oleh karena itu, selain peran ibu atau orang tua dalam memerangi stunting atau gagal tumbuh pada anak-anak tetapi juga membutuhkan kontribusi dari pemerintah dengan semakin menggalakan program pemantauan meminimalisir angka stunting di Indonesia.

apa itu stunting

Apa itu Stunting?

Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang lama atau panjang, sehingga mengakibatkan kondisi gagal tumbuh pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak).

Dimaksud dengan kekurangan gizi dalam waktu lama yaitu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).

Stunting juga kerap menjadi penyebab terhambatnya tumbuh tinggi pada anak. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan kecerdasan dalam berpikir.

Namun, masalah tumbuh kembang tersebut sering disalah artikan sebagai faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan.

Perlu diingat, meski tidak semua anak yang pendek dan mengalami keterlambatan perkembangan belum tentu stunting, tapi anak stunting dipastikan terlihat pendek dari seusianya.

Selain itu, stunting juga bukan hanya permasalahan pada gangguan pertumbuhan fisik, namun bisa mengakibatkan anak rentan sakit.

Anak masuk dalam kategori stunting apabila tinggi badan menunjukan di bawah minus 2 standar deviasi (SD).

Jika kondisi tersebut mulai terlihat pada anak dibawah usia 2 tahun harus segera ditangani dengan tepat.

Standar deviasi penilaian status gizi dapat menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.

Faktor penyebab Stunting

Stunting pada anak tidak bisa dianggap remeh, karena hal tersebut merupakan masalah yang cukup serius untuk masa depan generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu,  bagi calon ibu atau orang tua perlu mengetahui beberapa faktor penyebab stunting. Adapun demikian, berikut ini faktor penyebab stunting pada anak:

  1. Mengalami kekurangan gizi sejak masa kehamilan

Rendahnya mengkonsumsi makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani pada masa kehamilan, dapat menjadikan kekurangan nutrisi pada ibu hamil yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.

Perlu diketahui, nutrisi 1000 hari pertama dalam fase kehidupan sangat berperan penting untuk pencegahan stunting.

Apabila dalam 1000 hari pertama tersebut tidak baik akan berdampak pada keterlambatan pertumbuhan kecerdasan dan pola pikir anak, tinggi badan, hingga anak menjadi mudah sakit.

Selain itu, pemberian ASI eksklusif pada usia bayi 0-6 bulan penting sebagai perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal yang kerap berkaitan dengan stunting. Karena infeksi tersebut mampu menyebabkan malnutrisi yang parah.

Malnutrisi merupakan dimana kondisi tubuh tidak dapat menerima asupan gizi dengan baik.

Apabila anak tidak mendapatkan ASI sama sekali sejak dilahirkan, bisa berdampak pada kekurangan gizi maupun sistem kekebalan yang dapat menyebabkan stunting.

  1. Kebutuhan asupan gizi anak tidak tercukupi

Kondisi kebutuhan gizi tidak tercukupi dengan baik, dapat disebabkan karena kurang asupan makanan anak yang mengandung protein serta mineral zinc dan zat besi.

Selain itu, penting juga menerapkan pola hidup dengan pedoman gizi seimbang. Berdasarkan pedoman gizi seimbang terdapat empat pilar yang perlu diperhatikan untuk mencukupi gizi harian yaitu:

  1. Mengonsumsi makanan yang beraneka ragam antara lain makanan pokok/karbohidrat, lauk pauk, sayur dan buah, serta minum air putih.
  2. Membiasakan berperilaku hidup bersih dan sehat.
  3. Senantiasa melakukan aktivitas fisik
  4. Memantau berat badan secara teratur, guna mempertahankan berat badan tetap ideal.

Pedoman gizi seimbang terdapat beberapa susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Dalam peranannya zat gizi berupa karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air.

  1. Kurangnya pengetahuan sang Ibu

Pentingnya edukasi tentang kesehatan reproduksi serta pengetahuan mengenai gizi seimbang merupakan bekal masa depan bagi remaja putri nantinya bakal menjadi seorang ibu yang akan membangun sebuah keluarga.

Diharapkan para calon ibu tersebut bisa sadar dan memahami kebutuhan gizi saat hamil sampai melahirkan.

Selain itu, perlu juga sosialisasi tentang persalinan aman dan nyaman di fasilitas kesehatan, serta pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) untuk mendapatkan kolostrum air susu ibu (ASI).

Tak hanya itu, pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan, setelah itu perlu ditunjang dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai 6 bulan keatas. Pemberian ASI tetap diberikan hingga usia anak 2 tahun.

Apabila calon ibu minim pengetahuan dasar seputar gizi, stunting, ASI, dan kurang sadar akan permasalahan kesehatan, ditakutkan si anak akan tumbuh kurang maksimal.

  1. Adanya infeksi kronis atau berulang

Infeksi dapat menjadi salah satu penyebab stunting juga harus lebih diperhatikan. Salah satunya, penyakit diare dan pernapasan apabila terjadi secara berulang dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan anak-anak.

  1. Faktor sanitasi yang buruk

Peran sanitasi dalam juga penting dalam tumbuh kembang anak. Apabila lingkungan rumah mempunyai sanitasi yang buruk, si anak rentan akan tumbuh kembangnya terlambat.

Selain itu, akses sanitasi dan air bersih yang mudah dapat mampu menghindarkan risiko anak dari ancaman penyakit infeksi.

  1. Layanan kesehatan yang terbatas

Rendahnya akses pelayanan kesehatan yang terbatas di beberapa daerah juga salah satu penyebab stunting. Pada kenyataannya, masih ada beberapa daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan layanan kesehatan.

Padahal, sejatinya sangat diperlukan pelayanan dan pemantauan terhadap keadaan ibu hamil dan anak-anak secara khusus. Terlebih, jika ada ibu hamil dan anak-anak yang mengalami sakit, sehingga perlu ditangani dengan cepat dan tepat.

Serta perlunya peran tenaga kesehatan sebagai pendamping masyarakat untuk membantu edukasi mengenai gizi untuk ibu hamil dan anak-anak.

pencegahan stunting

Mengenali Gejala stunting sejak dini

Stunting mempunyai gejala secara umum yang tampak dalam tumbuh kembang anak diantaranya:

  1. Mengalami keterlambatan perkembangan keterampilan fisik, seperti berguling, duduk, berdiri, dan berjalan
  2. Dibandingkan dengan anak sepantaran, tinggi badan cenderung lebih pendek
  3. Tinggi anak bertambah kurang dari 5 centimeter setelah usia 2 tahun.
  4. Proporsi tubuh terlihat normal, akan tetapi anak terlihat lebih muda/kecil dari usianya.
  5. Cenderung terlambat dalam perkembangan keterampilan sosial dan mental
  6. Berat badan rendah dibandingkan anak seusianya
  7. Lebih mudah sakit karena penurunan daya imun

Memahami dampak stunting bagi anak

Permasalahan stunting pada anak bisa mempengaruhi dari ia kecil hingga dewasa. Dengan kondisi akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama itu dapat mengakibatkan terhambatnya tumbuh kembang anak hingga rentan terserang penyakit.

Sebagai informasi, balita mengalami stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15 persen) kematian pada anak balita di dunia. Serta menyebabkan sekitar 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yakni hilangnya masa hidup sehat setiap tahun (Ricardo dalam Bhutta, 2013).

Kendati demikian, perlunya memahami dampak stunting terhadap anak, agar orang tua lebih waspada terkait hal tersebut.

Dalam dampak stunting melingkupi jangka pendek dan jangka panjang. Berikut secara rinci dampak stunting tersebut:

Dampak stunting jangka pendek

  1. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak kurang optimal yang berakibat menghambat pertumbuhan saraf anak, laju perkembangan motorik lebih lambat dan anak mengalami kesulitan mengungkapkan bahasa ekspresif.
  2. Sistem metabolisme tubuh tidak baik, sehingga anak rentan mengalami sakit. Bahkan bisa memicu kematian

Dampak stunting jangka panjang

  1. Performa dan kapasitas belajar kurang optimal. Kecerdasaan anak dibawah rata-rata, berakibat prestasi belajar tidak maksimal.
  2. Postur tubuh tidak optimal , lebih pendek dibandingkan pada umumnya.
  3. Risiko lebih tinggi mengalami obesitas, dan menderita penyakit lainya seperti diabetes, jantung, stroke, dan kanker.
  4. Penurunan kesehatan reproduksi

Bagaimana cara mencegah stunting?

Ada beberapa upaya pencegahan stunting berdasarkan ketentuan pemerintah Indonesia/Freepik.com/pch.vector

Seperti yang diketahui, kasus stunting menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menurunkan angka tersebut. Pada dasarnya, kasus stunting itu sendiri dapat dicegah sejak dini.

Ada beberapa program dicanangkan oleh pemerintah untuk mencegah dan menurunkan kasus stunting di Indonesia.

Terdapat upaya pencegahan stunting berlandasan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016, yang tercatat dalam Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, terbagi dalam beberapa aspek yaitu:

Mencegah stunting mulai dari ibu hamil dan bersalin

  1. Intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan anak.
  2. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu.
  3. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan yang aman dan nyaman.
  4. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM), yang sebagaimana merujuk pada pedoman gizi seimbang.
  5. Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular.
  6. Pemberantasan cacingan.
  7. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA.
  8. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif.
  9. Penyuluhan dan pelayanan KB.

Mencegah stunting pada balita

  1. Pemantauan pertumbuhan balita, salah satunya dengan adanya pos Posyandu terpadu yang diselenggarakan di lingkungan sekitar.
  2. Menggiatkan pola pemberian makanan tambahan (PMT) yang memiliki nutrisi cukup untuk balita.
  3. Menggelar simulasi dini untuk perkembangan anak.
  4. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

Mencegah stunting pada anak usia sekolah

  1. Berupaya menggalakkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
  2. Menguatkan kelembagaan tim pembina UKS.
  3. Menggalakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
  4. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.

Mencegah stunting pada usia remaja

  1. Menggalakan penyuluhan hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba.
  2. Memberikan edukasi atau pendidikan pentingnya kesehatan reproduksi.

Mencegah stunting pada dewasa muda

  1. Memberikan penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB).
  2. Deteksi dini penyakit, baik itu menular atau tidak menular.
  3. Memberikan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok ataupun mengkonsumsi narkoba.

Dengan demikian, upaya pencegahan tersebut perlu digaris bawahi secara umum agar terhindar dari stunting yakni pentingnya asupan gizi seimbang yang harus terpenuhi dan diberikan kepada anak dan Ibu.

Mencukupi asupan gizi tersebut mulai dari masa kehamilan, bersalin, hingga anak usia balita, serta senantiasa menerapkan pola hidup sehat. ***

Read more...

Menikah Tak Semudah Mengucapkannya

Memiliki pasangan hidup yang sah merupakan harapan setiap orang. Tetapi menikah bukan soal mudah. Menikah bukan sekedar untuk menghalalkan pasangan saja atau sebagai wujud dari kata cinta. Tapi menikah merupakan sebuah proses yang harus disiapkan dengan terencana, agar penikahan hanya terjadi sekali seumur hidup dan dapat menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Setidaknya ada empat hal utama yang harus kamu siapkan sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah.

Pertama, kesiapan fisik. Terutama bagi perempuan yang nantinya akan menjadi calon ibu yang akan melahirkan anak, maka dibutuhkan fisik yang baik sebelum menjalani kehamilan dan proses melahirkan. Usia seseorang dinyatakan siap dan ideal dalam menjalankan proses kehamilan dan persalinan adalah di usia 21 hingga 35 tahun.

Kedua, kesiapan psikis. Tentunya gak mau dong kalau nantinya setelah kamu menikah mengalami KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT adalah tidak siapnya seseorang dalam menghadapi dinamika berkeluarga, hal ini disebabkan karena emosi seseorang yang belum matang.

Ketiga, kesiapan ekonomi. Menjalani kehidupan rumah tangga tentu akan dihadapkan dengan berbagai kebutuhan. Baik kebutuhan sehar-hari, biayan pendidikan anak dan lain-lain. Kesiapan ekonomi menjadi salah satu dasar untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera secara financial.

Keempat, pendidikan. Orang tua adalah guru yang utama dalam menjalankan fungsi sosialisasi dan pendidikan. Orang tua yang berpendidikan maka akan melahirkan generasi yang cerdas.

Semua persiapan diatas diperlukan agar anak kita kelak terhindar dari masalah stunting, dan itu dimulai sejak masa kehamilan sampai usia 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan.

Nah gaes, gimana? Empat faktor di atas apa sudah terpenuhi semua? Yuk tunda menikah di usia muda. Menikahlah di usia yang ideal, yaitu minimal 21 tahun bagi perempuan dan minimal 25 tahun bagi laki-laki. Menikahlah karena terencana, karena berencana itu keren.

 

Penulis: Admin

Read more...